BANDUNG (TI) – Lembaga Survei Indonesia (LSI) mencatat masih adanya kelompok terbatas yang mendukung keberadaan organisasi kekerasan ekstrem. Hal ini menunjukkan masih adanya kerentanan terhadap warga negara Indonesia kendati trennya terus menurun.
Survei dilakukan pada tahun 2022 tentang “Ekstremisme, Toleransi, dan Kehidupan Beragama di Indonesia”. Survei dilakukan pada 16-29 Mei 2022 pada 3.090 responden nasional dan tambahan sampel di DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Survei tersebut bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang bagaimana publik bersikap terhadap VE, VEO, demokrasi, intoleransi, dan kehidupan sosial keagamaan. Hasil survei nasional ini telah di diseminasikan di Jakarta pada 4 Mei 2023 lalu akan didiseminasikan di kota-kota berikut ini: Bandung, Malang, dan Solo.
“Hasil dari survei kami, masih ada organisasi kekerasan ekstrem, secara umum bukan mayoritas, akan tetapi ada poin-poin tertentu yang perlu kita jadikan perhatian. Di mana di sini cukup banyak yang mendukung organisasi kekerasan ekstrem,” kata peneliti senior LSI Rizka Halida di Hotel Savoy Homann, Jalan Asia Afrika, Kota Bandung, Kamis (8/6/2023).
Menurut dia, dukungan terhadap organisasi kekerasan ekstrem misalnya dalam bentuk pergi berperang ke negara lain untuk membela umat agama. Seperti halnya pergi ke Suriah. Persentase responden ini mencapai 45 persen.
“Artinya Indonesia saat ini masih sangat potensial, masih jadi lahan subur untuk dijadikan target kelompok-kelompok yang ingin merekrut orang-orang untuk dikirim ke Suriah,” jelas dia.
Contoh lainnya, seperti mendukung organisasi seperti FPI. Dukungannya itu cukup berimbang antara yang tidak setuju dan setuju. Karena, bahwa tindakan FPI yang mungkin bertentangan dengan nama Islam masih cukup banyak juga yang setuju.
Kendati begitu, temuan ini juga perlu dilihat perwilayah. Ada wilayah-wilayah secara umum, ada semua wilayah tidak setuju dengan kekerasan ekstern, tapi ada wilayah-wilayah yang bisa dikaji lebih lanjut.
Tak hanya itu, kelompok usia muda di bawah 40 tahun bahkan yang 21 tahun ke bawah itu cukup banyak yang mendukung terhadap kekerasan ekstrem. Kemudian dukungan pada hukum syariah Islam untuk hukum pidananya juga persetujuan terhadap norma gender yang yang regresi. (*)